Showing posts with label Remote Sensing. Show all posts
Showing posts with label Remote Sensing. Show all posts
Jun 3, 2009 1 comments

laut itu sangat unik

Ada apa sih dengan Air France?
Lagi lagi musibah si sayap besi terulang. Air France dikabarkan hilang sejak, 1 Juni 2009. Pesawat maskapai penerbangan Prancis, Air France, yang membawa 228 penumpang dikhawatirkan jatuh di Samudra Atlantik setelah dilaporkan mengalami masalah elektronik di tengah cuaca badai dan akhirnya kehilangan kontak. Menurut Angkatan Udara Brazil, pesawat diketahui melakukan kontak terakhir dengan petugas menara pengawas di darat pada Minggu malam pukul 20.33 waktu Amerika bagian timur (sekitar Senin pagi WIB).
















Pesawat itu diduga berada pada ketinggian 35.000 kaki dari permukaan laut sebelum hilang kontak. Bernomor penerbangan AF 447, pesawat itu lepas landas dari Rio de Janeiro pada Minggu malam pukul 19.00 waktu setempat. Pesawat dengan nomor penerbangan AF447 itu mengangkut 126 pria, 82 perempuan, tujuh anak-anak dan seorang bayi, serta sejumlah awak. Pesawat Prancis itu hilang di Samudra Atlantik.













Hhhm… mari kita coba lihat dari sisi sciencenya……
Tentu masih ingat di benak kita tentang kecelakaan adam air January 2007 silam. Adakah persamaannya?

Ya Sama-sama tanggal 1 terjadinya……. Ho3 ;)
Bukan itu dink, tapi ‘sepertinya’ sama-sama jatuh ke laut (masih sepertinya lho)..
Emang ada apakah di Samudera Atlantik sana?

OK, sebenernya aku gak tau banyak tentang ITCZ, tapi kebetulan Pak Indra sempat ngebahas tentang Intertropical Convergence Zone (daerah konvergensi antar tropis) waktu MST 07.

ITCZ ini merupakan daerah yang bertekanan rendah dengan potensi pertumbuhan awan hujan aktif yang tinggi sehingga kemungkinan untuk terjadi hujan sangat tinggi pula.
ITCZ terbentuk disebabkan oleh kenaikan uap air yang hangat yang berasal dari sekitar equator. Menurut Threwartha dan Horn (1968), ITCZ adalah garis atau zona yang berkaitan dengan pusat sirkulasi siklonik yang memiliki tekanan udara yang sangat rendah dari daerah sekitarnya dan berada di antara dua cekungan equatorial (Wikipedia).
­
Pergerakan ITCZ dipengaruhi oleh peredaran matahari sehingga diperoleh :
– November – Januari : di selatan equator
– Maret dan September : melewati equator
– Juni – Agustus : di utara equator

Pengaruh ITCZ (Wikipedia)
­Naiknya insolasi atau intensitas penyinaran matahari
­Terbentuknya awan cumulus
­Hujan konvergen
­Angin ribut (thundershower)


ITCZ?
Ya mungkin saja
Diawali dengan perbedaan antara tekanan udara di equator dengan lintang menengah sehingga membawa uap air hangat dari permukaan yang bertekanan rendah. Hal ini diakibatkan tekanan udara dipermukaan rendah dibandingkan tekanan udara lapisan atmosfer bagian atas yang mendorong terangkatnya uap air yang berpotensi terjadinya hujan. Uap air tersebut membentuk kumpulan awan hujan aktif yang tinggi disekitar katulistiwa (Pesawat France ini relative dekat dengan kathulistiwa bukan?). Pembentukan awan ini cenderung sepanjang equator dan terbentuk suatu garis yang biasa disebut ITCZ (intertropical convergence zone). Pergerakan ITCZ sangat dipengaruhi oleh posisi dan peredaran matahari. Secara umum garis ITCZ dapat dilihat pada Gambar berikut














Apa yang terlihat lagi ? Ya tentunya ada aspek meteorologis yang memisahkan antara daerah di atas air dengan daerah diatas daratan yaitu awan. Awan merupakan fenomena khusus yang paling banyak dijumpai diatas daratan. Itulah sebabnya kalau sedang di tengah laut coba tengok ke atas, carilah awan. Awan yang berarak akan lebih banya terdapat di daratan ketimbang di atas lautan seperti gambaran diatas.
Apa lagi selain awan?Angin, ya angin juga akan berhembus karena perbedaan tekanan udara panas. Pada malam hari saat bertiupnya angin darat, para nelayan pergi menangkap ikan di laut. Sebaliknya pada siang hari saat bertiupnya angin laut, para nelayan.

Perubahan angin darat laut karena suhu ini berubah dalam siklus harian, namun tentunya ada juga siklus tahunannya atau disebut siklus monsoon. Looh Monsoon, kok sepertinya juga ada monsoonal stream yang ada di Arlindo digambar atas. Ya, memang itulah siklus-siklus arus angin, siklus air itu bertemu bercampur di samudera atlantik ini. Runyem kan ?




Di samping itu Terbentuknya awan yang kompleks di daerah ini cukup membenarkan statement yang mengatakan kemunginan pesawat ini tersambar petir.
Oiya di samping itu, kalau diingat ingat bulan apakah terjadinya tragedi ini?
Juni, ya benar.... Juni merupakan proses peralihan perubahan ITCZ dari equator bagian selatan ke equator bagian utara, nah lho.....





























Chart di atas menunjukkan semakin tinggi kecepatan angin, maka begitu pula tinggi gelombang (Fully Developed Sea) (MST 07 Oceanography consumable)


Great Conveyor Belt?
Masih ingat siklus arus laut dunia? yaitu sebuah sirkulasi laut global yang di dalam sirkulasi tersebut terjadi pemindahan energi panas yang diserap oleh laut dari daerah tropis -yang mengalami radiasi matahari yang relatif tetap setiap saat- ke daerah lintang menengah dan tinggi yang menerima energi radiasi matahari yang lebih sedikit berbeda pada saat musim dingin dan panas (akibat sumbu rotasi bumi yang membentuk sudut 23.5 derajat terhadap garis edarnya).

















Akibat suhu yang dingin di sekitar kutub utara (Greenland), maka akan terjadi pembekuan air laut. Pembekuan air laut ini akan melepaskan garam yang terkandung di dalam air laut tersebut (oleh sebab itu, kenapa es di kutub tidak berasa asin karena garamnya tidak ikut membeku). Pelepasan garam ini akan menjadikan salinitas air laut menjadi lebih tinggi sehingga densitas air laut di sana pun menjadi lebih tinggi pula, akibatnya massa air laut akan turun (dikenal sebaga fenome sinking atau downwelling atau bisa juga disebut sebagai arus laut yang bergerak ke kedalaman). Kekosongan akibat turunnya massa air laut yang memiliki densitas yang besar tersebut akan diisi oleh massa air laut di sekitarnya, yaitu dari daerah lintang yang lebih rendah atau daerah tropis. Air laut di tropis yang hangat inilah yang menjadikan iklim di lintang menengah dan tinggi tetap cukup hangat.

Coba perhatikan arus yang melewati lokasi ‘hilangnya’ pesawat ini ini. Pada bagian atas (garis putih) menunjukkan air laut mengalir dari selatan India memanjang ke Samudera Atlantik bagian utara, berupa monsoonal stream atau arus musiman. Arus ini sangat dipengaruhi oleh cuaca dan musim. Sedangkan dari arah utara ada arus lain dari utara yang merupakan thermoklin, atau aliran air laut akibat perbedaan suhu lautan. Kedua arus ini bertemu di sekitar area ini.
Yah, tentu saja arus ini akan sangat mempengaruhi pelayaran laut disini. Arus musiman ini sangat dipengaruhi juga oleh suhu air laut akibat pemanasan matahari tentusaja. Kalau kamu masih inget bahwa lintasan matahari itu bergerak bergeser ke-utara-selatan dengan siklus tahunan. Itulah sebabnya pada bulan-bulan Juni yang merupakan saat perubahan arus musiman (monsoon).
Apa menariknya dari Conveyor Belt ini ? Arus ini membawa air hangat dari daerah Asia Tenggara ke Samodera Atlantik, diduga dengan debit hingga lebih dari 15 juta meterkubik perdetik !!! Dan hampir keseluruhannya melalui Samudera ini! tak hanya itu arus bagian bawah (biru muda) juga mengalir opposite terhadap arus atasnya.
Tentunya aliran air sebesar ini bukan sekedar aliran air saja. Banyak aspek lain yang ikut mengalir dengan aliran air sebanyak itu, misalnya akan terdapat pula aliran ikan-ikan laut, aliran sedimen laut, juga aliran temperatur air. Apa saja efek aliran ini dengan proses kelautannya sendiri? Wah tentunya banyak sekali

Aku iseng2 buka google earth liat bentuk topografi dasar laut di samudera ini...


















Lihat? topografi dasar yang terbentuk di lokasi "hilangnya pesawat ini"?? arus dari "Great Conveyor Belt" ini membentuk cekungan yang memisahkan 2 benua.

Gyres?
Ya, loop (putaran) tertutup yang dibuwat oleh arus. Pusat Gyres utama terletak diantara 30 derajat N dan S di equator. Samudera yang memisahkan dua benua ini tentu menghasilkan gyres yang sangat besar.

Kenapa?
2 arus equator bergerak ke arah barat di bagian kedua equator, arus ini digerakan oleh trade winds. Di antara kedua arus tersebut terdapat sebuah arus lemah yang dinamakan doldrums. Kecepatan arus equatorial ini mencapai 2-4 miles perhari. Ketika arus hangat dekat dengan kontinen, maka akan dibelokan ke utara maupun selatan dengan adanya coriolis effect (ex. Gulf Stream sepanjang pantai timur US). Arus bergerak sangat cepat hingga 25 – 75 miles perhari. Arus ini lagi – lagi dibelokkan oleh continen dan coriolis effect sehingga bias menyelesaikan sebuah gyre.










Lintasan pesawat Air France inipun melewati 2 Gyre besar bukan??

Bermuda?
Kawasan Bermuda sangat jauh dari area jatuhnya pesawat air france ini, tapi gak ada salahnya kita melihat aspek magnetic yang konon menjadi satu2nya alibi ilmiah terhadap fenomena Bermuda ini.





























Tiga ilustrasi bola dunia di atas menunjukkan intesitas magnetik total, peta deklinasi, dan perubahan deklinasi tahunan (sumber NOAA). Yang dapat dilihat dalam ketiga peta itu adalah, tidak adanya sesuatu yang mencolok baik di Segitiga Bermuda maupun di samudera atlantik tempat hilangnya air france ini. Memang sejak dulu seringkali yang menyatakan adanya keanehan kompas magnetik apabila melalui daerah angker ini. Secara fisik (pengukuran magnetik) tidak terlihat anomali itu. Hanya terlihat bahwa samudera atlantik (equatornya lho) secara umum merupakan daerah yang memiliki deklinasi dan iklinasi yang relative sedang (hal in ditunjukkan dengan adanya kontur biru tersebut).



Cukup untuk teori teori yang memungkinkan penyebab hilangnya air france ini…
Bisa kah dicari? Sebagai seorang sarjana, tentu aku bakal bilang BISA!
Data-data posisi dan perjalanan (waypoint dan route GPS yang terintegrasi) pesawat tentunya dicatat dalam sebuah database baik di Ground Station keberangkatan maupun kedatangan. Posisi wahana dipengaruhi kelembaman terakhir (arah dan kecepatan wahana) serta faktor eksternal (arah dan kecepatan angin).
Logikanya, dengan data-data koordinat terakhir sebelum Signal Loss kita bisa membuat sebuah ekstrapolasi hingga dapat kita memprediksikan arah dan lokasi pesawat selanjutnya. Asumsi kedua, jika pesawat jatuh di laut, dengan data arus yang ada dapat pula dibuat simulasinya. Makin lama waktu terbuang, makin besar area kemungkinan yang harus diekstrapolasi maupun disimulasikan, karena tentunya kita tak selalu tahu data faktor eksternal yang bersifat dinamis.
Metode lain yang mungkin dapat digunakan yaitu dengan metode penginderaan jauh. Saat ini, kita tahu tidak sedikit satelit yang mengobservasi permukaan bumi. Satelit tersebut memiliki resolusinya masing-masing baik spasial, spektral maupun temporal. Bahkan beberapa satelit, kini menyajikan data di mana resolusi satu pikselnya hingga 0.6 m, sehingga dengan interpretasi visual saja pasti puing-puing pesawat Adam Air dapat dideteksi. Sayangnya, sensor satelit tersebut bersistem pasif (di mana energi bersal dari radiasi surya) sehingga citra yang dihasilkan akan sangat berpengaruh terhadap tutupan awan, terlebih saat ini tengah terjadi musim barat.
Bagaimana dengan sistem penginderaan jauh aktif (RADAR)?
Radar (Radio Detection and Ranging) sepertinya dapat memberikan alternatif yang lebih baik karena sistem ini tidak terpengaruh oleh cuaca (lazim disebut All Weather Sattelite). Panjang gelombang radiasi microwave berkisar antara 0.3 – 300 cm. Penggunaannya terutama dalam bidang komunikasi dan pengiriman informasi melalui ruang terbuka, memasak, dan sistem PJ aktif. Pada sistem PJ aktif ini, pulsa microwave ditembakkan kepada sebuah target dan refleksinya diukur untuk mempelajari karakteristik target.
Penggunaan citra radar untuk kasus Oil Spill di laut umum dilakukan. Bila pesawat jatuh di lautan, maka setidaknya ada tumpahan avtur/oli di permukaan air (karena densitas avtur/oli lebih rendah dari densitas air laut). ’Jejak’ ini kiranya dapat digunakan dalam memprediksi jatuhnya pesawat. Dalam citra radar adanya oil spill/slick ditunjukkan dengan warna hitam. Kenapa pantulan dari oil spill/slick bisa hitam?
Menurut Josaphat Tetuko, Phd. (Associate Professor dari Microwave Remote Sensing Laboratory, CHIBA University - Jepang) untuk bisa membaca citra radar perlu mengetahui fenomena hamburan (Scattering Wave) terlebih dahulu. Sensor Synthetic Aperture Radar (SAR) mempunyai fungsi mengirim dan menerima pulsa gelombang elektromagnetik ke permukaan bumi.
Kondisi permukaan bumi (termasuk permukaan air) sangat mempengaruhi intensitas pulsa yang akan dikembalikan ke sensor tersebut kembali. Permukaan tanah (air) bergelombang atau kasar akan memantulkan gelombang elektromagnetik lebih besar dibandingkan permukaan yg datar (mis. jalan, lapangan terbang dll). Mungkin bisa diingat-ingat pelajaran fisika dulu di SMA, sudut datang sama dengan sudut pantul (hukum Snellius : mirror reflection), hal ini hanya terjadi pada permukaan datar. Khususnya bila sudut pantul dan sudut datang bernilai 0, maka arah datang sama dengan arah pantul.
Hal di atas berbeda bila permukaan tanah bergelombang (kasar), karena ada sebagian dari gelombang tersebut yang tegak lurus terpantulkan kembali ke arah datangnya gelombang, sehingga intensitas meninggi atau di citra akan kelihatan lebih terang. Bila ada tumpahan minyak diatas permukaan laut, oil slick akan meredam capillary wave, yg panjangnya diestimasi 3-10 cm. Ini akan menyebabkan Bragg scattering tumpahan minyak akan lebih kecil dibandingkan permukaan laut bebas minyak. Jadi bisa disimpulkan, permukaan air laut yang diselimuti dengan oil slick (tumpahan dari pesawat) menjadi datar karena permukaan tsb dibebani oleh minyak. Bila permukaan air datar, maka pulsa yang dipancarkan oleh sensor radar banyak yg tidak kembali ke sensor, karena mirror reflection tsb, jadi di citra akan kelihatan gelap. Sebaliknya permukaan air laut yg tidak ada minyak (oil slick/spill) nya akan bergelombang karena angin, sehingga intensitas gelombang elektromagnet tinggi, maka di citra satelit kelihatan lebih terang. Di samping hal di atas, dalam penentuan oil spill perlu juga ditetapkan nilai Dielectric Constant.

Adakah persamaan lainnya antara Adam Air dan Perancis Air:
Azimuth lintasan pesawat














Posisi Horizontal












End note:
Tiba-tiba teringat tentang teori relativitas Einstein… bisa saja alam terbagi dua, alam nyata, dan gak nyata, keduanya ‘mungkin saja’ punya tempat yang sama, hanya berbeda dimensi, karena sebenarnya hanya dimensilah yang menjadi pemisah segala aspek di alam ini,,,



kita hanya menunggu saja, lambat laun misteri pasti akan terpecahkan jua.....

Sumber gambar:
tv.detik.com
rovick.wordpress.com
egsa.wordpress.com
Google Earth
MST 2007 Oceanography Lecturer

Sep 10, 2008

salah kaprah metode Lyzenga

Hari ini aku bener2 gak bisa ngliat matahari deh(*sepertinya tiap hari deh).. gimana gak, berangkat jam setengah 5 pagi n pulang jam setengah 8 malem (ketinggalan bus sih sebenernya, karena keasikan cek imel), biasanya sih jam setengah 6 udah nongkrong dikamar or di gym….
Sehabis mandi dengan air hangat aku sempatkan nulis uneg2 dulu nih, biar gak lupa apa yang mau ditulis…… kali ini pengen nyaintifik sedikitlah,,,,,,

Pagi ini Pak Vincent (my best supervisor waktu kuliah dulu) ngirim email, tentang artikel Lyzenga (REMOTE SENSING Handbook for Tropical Coastal Management (extracts)), beliau merupakan orang yang membawa metode Lyzenga ini ke Indonesia (1995) sepulangnya dari Perancis untuk memperoleh PhD-nya.
Nah yang menjadi masalah ternyata masih sangat banyak dari scientis2 yang men-salah kaprahkan metode ini, masih banyak dari mahasiswa yang ingin asal lulus baik S1 S2 menggunakan Lyzenga seenaknya baik dalam skripsi maupun tesis… sehingga hasil pemetaan yang didapat adalah nothing… bias dibayangkan ketika mereka2 menggunakan Lyzenga dalam diseminasi maupun seminar2 nasional bahkan dalam prosiding2, maka informasi yang disampaikan tidaklah benar adanya…. Sangat disayangkan….



Sewaktu mengolah data sekitar bulan Januari tahun lalu, aku bener2 mati2an mencari tau penurunan rumus dari algoritma yang konon katanya bisa memetakan dasar perairan dangkal ini, mungkin karena itulah benthic remote sensing masih mengalir dalam darah dagingku…… saat itu aku sampe2 minta dikirim Prof. Lyzenga sndiri & bbrp minta didownloadkan rekan di LN..


aku juga menemukan salah kaprah metode ini ketika praktikum dasar penginderaan jauh menggunakan ER Mapper yang diasuh oleh asisten dulu.


FILOSOFI dari metode lyzenga sebetulnya begini : Pengaruh kedalaman ternyata mengacaukan pembedaan obyek bentik, baik mata visual maupun lewat citra. Bayangkan kita melihat obyek karang yang sama di kedalaman 2 meter, 5 meter, 10 meter dari atas, apakah kita yakin bahwa obyek tsb akan tampak tetap sama bagi kita ? Bisa jadi karang di kedalaman 5 meter kenampakannya bisa spt lamun, dll. Satelit juga mengalami kesulitan spt itu yg disebabkan kedalaman. Cara mudah sebetulnya jika kita mempunyai nilai koefisien atenuasi untuk band2 yang digunakan, misal band 1, 2 & 3 untuk Landsat. Setelah koefisien atenuasinya dikalikan dg nilai bandnya maka kenampakannya akan ‘bebas pengaruh kedalaman’ karena telah dikoreksi peredupan / atenuasinya. Sayangnya koefisien atenuasi diukur dg radiometer di lapangan, susah&mahal. Makanya Lyzenga memakai ‘otak-atik’ dg memakai RASIO koefisien atenuasi setelah sebelumnya nilai bandnya di linierkan (di-ln) (karena cahaya berkurang secara exponential).

Dalam jurnal internasional, persamaan Lyzenga sering disebut sbg index, yaitu depth invariant index. Secara umum (detilnya tmsk penurunan rumus dll, mungkin bs disambung selanjutnya) bentuk persamaannya:
Depth invariant index/Index bebas kedalaman:dimana i & j menyatakan band-band dari data satelit yang digunakan yang mempunyai penetrasi ke dalam air, ki/kj adalah rasio koefisien peredupan dari band i dan band j, Lsi dan Lsj adalah komponen gangguan atmosfer untuk band i dan band j, didapat dari sampling pixel laut dalam.
Untuk Landsat TM & ETM index Lyzenga asli ini diterapkan ke band 1, 2 & 3 sehingga menghasilkan 3 band baru (kombinasi 1&2, 2&3 dan 1& 3). Dasarnya 3 band landsat tsb masih punya penetrasi ke dalam air, tmsk band 3. Cara mendapatkan ki / kj rumusnya sama dg yg versi Indonesia, tapi caranya beda. Ki / kj harus didapatkan dari obyek yg sama tapi beda kedalaman, yaitu setelah sampling nilainya harus diplot dulu ln band i vs ln band j, nilai sampling obyeknya harus linier, baru dihitung variance / covariance. Semua pasangan band dilakukan demikian. Aku mengeksekusi Ki/Kj ini lewat lapangan dulu, aku pastikan ada pasir yg beda kedalaman/karang yang beda kedalaman, aku pastikan positioningnya, baru aku sampling lewat citra. Semua pasangan band dilakukan demikian. Kemudian dapat 3 band baru hasil transformasi lyzenga. Band2 baru ini juga perlu diuji, apakah benar obyek yang sama tapi beda kedalaman sudah mempunyai nilai yang relatif sama (tidak lagi terpengaruh kedalaman?). Selanjutnya klasifikasi bisa dilakukan supervised atau unsupervised menggunakan informasi obyek dari lapangan atau info panduan spectral obyek RGB citra yang asli (ada jurnalnya).
Disamping itu kita perlu memasukkan unsur Lsi ato Lsj, sebagai komponen gangguan atmosfer.
1. Ki/Kj untuk Lyzenga asli didapat dg sampling dan plotting yang detil untuk memastikan obyek sama tapi beda kedalaman
2. Hasil band baru transformasi Lyzenga asli diuji lewat statistik untuk memastikan bahwa pengaruh kedalaman telah berkurang / bahkan hilang.

Oiya David L. Jupp juga punya metode yg sangat terkenal, setara Lyzenga, namanya DOP, depth of penetration method.. akan kubahas lain kali yah…..
Karena sekarang saatnya bo2……. mengingat besok jam 3.15am harus sudah bangun......
met bobo...........
Semoga bermanfaat, kalo ada rekan2 mau sharing monggo,,,,,,,,


Aug 2, 2008 0 comments

ASTER FAQ

berikut adalah seputar masalah-masalah yang muncul dalam ASTER data processing.....
1. Pertanyaan : Bagaimana cara membuat true-color dengan menggunakan citra ASTER ? agar sama dengan tampilan citra Landsat TM RGB 542.Jawaban : kombinasi citra ASTER RGB 431, silakan lihat juga contoh yang kami buat dengan menggunakan citra wilayah Bandung dan sekitarnya.Pertanyaan :Beberapa kali kami mencetak citra aster pada skala 1:25.000 dan 1:50.000, akan tetapi hasil cetakannya tidak sebaik (sehalus) hasil cetakan citra landsat 7 ETM+ dengan band 5438? Tujuan pencetakan adalah mendapatkan cetakan mendekati natural color (saya lupa kombinasi band di Aster yang kami pergunakan).Jawaban : Perihal natural color, pertama2 hubungan band antara Landsat 7 ETM+ dan ASTER dapat Anda baca di http://aster.indomicrowave.com/bandspectrum.htm Jadi bila Anda menggunakan kombinasi Landsat ETM+ dengan band 3,4,5, maka ASTER 2,3,4 (Band 8 adalah panchromatic, maka bila digunakan untuk resolusi tinggi, maka informasi spectrumnya akan hilang, sehingga tidak ada pengaruhnya).Cara lain adalah pertama2 hitung 0.75*B1+0.25*B3=(simpan sebagai ) B4, kemudian gunakan kombinasi R G B=B2 B4 B1 untuk mendapatkan natural color. Silakan untuk dicoba. Pertanyaan : Ataukah hasil download kami (level 1B) masih belum memadai sehingga harusmempergunakan level 3? Apakah memang demikian atau punya solusinya ?Jawaban : Bila untuk natural color, saya kira tidak perlu menggunakan Level 3A01.

2. Pertanyaan : Bagaimana cara membuka citra ASTER dengan format HDF ?Jawaban : silakan baca
HDF Opener dan sesuaikan dengan software yang Anda pergunaan.

3. Pertanyaan : Bagaimana cara membuka citra ASTER dengan menggunakan ERMapper Ver. 5.5 ke bawah ?Jawaban : Setelah Anda convert dari .hdf format ke BSQ dengan menggunakan HDF Opener di point 2, silakan import menggunakan ERMapper versi tersebut dengan click ‘Utilities’ -> ‘Import ASCII and Binary’ -> ‘Simple Binary BSQ grid’ -> ‘Import’, kemudian isikan nama file hasil dari HDF Opener dan beri nama baru .ers, dan click ‘Ok’. Isikan line, cell dan jumlah band sesuai dengan masing2 sensor (VNIR, SWIR dan TIR atau DTM).

4. Pertanyaan : Data yang sudah kami pesan, apakah dapat diganti dengan mengganti ke Level produk lain ?Jawaban : Data yang sudah memasuki proses pemesanan tidak dapat diganti menjadi Level lain, kecuali memberikan biaya proses untuk mendapatkan data dengan Level yang diinginkan.

5. Pertanyaan : Apakah user dapat memesan citra dengan sensor yang terpisah-pisah, misalnya VNIR, SWIR, dan TIR yang terpisah ? (7 Februari 2004)Jawaban : Kami merekomendasikan para user memesan seluruh sensor (14 channels), karena pemesanan terpisah2 akan dikenakan biaya berlipat untuk proses pemisahannya dan user akan rugi tidak mendapatkan citra sensor lainnya. Harga citra untuk seluruh bands (14 channel) maupun kurang adalah sama.

6. Pertanyaan : Apakah citra ASTER dapat digunakan untuk pembuatan peta dasar suatu kawasan (kabupaten dengan luas + 5000 Km2), seperti halnya menggunakan citra resolusi tinggi (ikonos/quickbird). kalau bisa berapa skala peta yang dihasilkannya ? (10 Februari 2004)Jawaban : Berdasarkan pengalaman kami selama ini, citra ASTER Level 1A atau 1B (resolusi 15m) dapat diterapkan utk pembuatan peta dengan skala 1:15000. Ini skala yang kami rekomendasikan, walau mungkin bisa dipaksa menjadi peta dengan skala lebih tinggi. Sedangkan Level 3 atau 4 merupakan produk Digital Terrain Model dengan resolusi 15m (untuk VNIR), 30m (untuk SWIR) dan 90m (untuk TIR) yg dapat juga digunakan untuk pembuatan basis data kontur. Informasi spesifikasi lengkap dan penerapan masing-masing band citra ASTER dapat ditemukan di
homepage kami.

7. Pertanyaan : DEM yang diperoleh dalam format apa, apakah bisa dijadikan garis kontur seperti di Arc GIS, dan juga bisa di tampilkan di map info ? (10 Februari 2004)Jawaban : Format DTM Z adalah HDF atau EOS (raster). Format ini dapat diconvert dengan menggunakan software dari raster ke poligon untuk memperoleh garis kontur yang dapat diterapkan di Arc GIS, demikian juga Mapinfo.

8. Pertanyaan : Berapa ukuran satu scene dari citra satelit yang dihasilkan, dan dengan software apa saja pengolahannya ? (10 Februari 2004)Jawaban : Satu scene 60 km x 60 km = 3600 km2. Bila kita mempunyai software yang dapat membaca .tif format data, pasti dapat membuka citra ASTER. Silakan baca cara membuka citra ASTER dan variasi software yang dapat digunakan spt diterangkan di
homepage ini.

9. Pertanyaan : Bagaimana prinsip dasar monitoring kandungan mineral dengan menggunakan citra ASTER ? (10 Januari 2004)Jawaban : Monitoring kandungan mineral dapat dilihat di
contoh penerapan, dimana kita dapat membandingkan ke-14 spectrum sensor yang ada di dalam citra ASTER. Sehingga jenis2 batuan dan mineral di dalamnya dapat diketahui, hanya memang spt penelitian lain kita perlu mendapatkan sample batuan mineral tsb terlebih dahulu dan kemudian diukur spectrum masing2 obyek tsb dan baru dilakukan estimasi distribusi mineral dengan menggunakan citra ASTER.

10. Pertanyaan : Mohon informasi kemungkinan citra ASTER untuk monitoring DAS Citarum (28 Januari 2004).Jawaban : Spesifikasi citra satellite cukup utk monitoring DAS Citarum, dimana citra ASTER mempunyai resolusi 15m (Landsat 30m), jumlah channel 14 bands (2 kali lipat Landsat), dan cakupan wilayah 60km x 60km perscene. Citra ASTER level 3 juga menyediakan DTM atau DEM, yang dapat dipergunakan untuk modelling sediment, slope, land sliding, watershed, estimasi river stream speed, disaster mitigation dll yang biasa digunakan sebagai parameter dalam monitoring suatu DAS. Informasi lengkap mengenai citra ASTER dapat dilihat di
homepage kami. Khususnya informasi masing-masing sensor dapat dilihat di homepage ini. Sedangkan contoh aplikasi adalah di homepage.

11. Pertanyaan : Apakah resolusi ASTER dapat dipergunakan untuk monitoring distribusi binatang langka yang teknik monitoringnya berdasarkan distribusi temperatur ? (13 Februari 2004)Jawaban : Perihal problem resolusi untuk pengamatan binatang langka berdasarkan distribusi temperatur. Citra ASTER mempunyai band VNIR, SWIR dan TIR seluruhnya 14 bands dengan masing2 resolusi 15, 30 dan 90m (resolusi 2 kali Landsat). Informasi lengkap silakan lihat di
homepage, khususnya TIR merupakan band temperatur yang dapat dipergunakan untuk mengetahui distribusi binatang langka tersebut. Liputan perscene 60 km x 60 km.

12. Pertanyaan : Berdasarkan CD-Rom sample yang diberikan oleh PPF, sampel produk tersebut gambar yang di hasilkan dominan dengan warna merah. Seandainya produk tersebut dapat di olah/editing, maka kami harus menggunakan program komputer apa ? (26 Februari 2004)Jawaban : Software untuk mengolah citra ASTER ada beragam dari pengolahan sekedar menampilkan citra saja, hingga pengolahan menjadi peta. Bila hanya sekedar menampilkan saja, silakan refer
homepage HDF opener. Di site tsb terdapat beberapa software yang dapat didownload dan dipergunakan untuk melihat isi citra ASTER. Photoshop dll software untuk pengolahan gambar dapat juga dipergunakan, setelah converting dari .hdf format ke .jpg, .bmp, .tif dll dengan menggunakan software yang dapat didownload dari site di atas. Citra seperti cover CD ROM samplepun dapat diproses dengan software2 pengolah gambar tsb. Bila proses hingga mendapatkan peta, kita perlu menggunakan software2 khusus spt Ilwis, ENVI, PCI, ERMapper, ERDAS dll. Warna merah tersebut kombinasi VNIR saja, misalnya ingin melihat citra gambar asli atau yang sesungguhnya, kita perlu mengkombinasikan RGB (Red-Green-Blue) band 4 (SWIR), 3 (VNIR) dan 1(VNIR). Contoh dapat dilihat di homepage sample, Gambar 3. Jumlah line dan pixel VNIR dan SWIR (juga TIR) adalah berlainan, oleh karena itu perlu proses khusus (rectifikasi) untuk menyamakannya (jumlah line/pixel atau perubahan resolusi), sehingga memerlukan software khusus di atas.

13. Pertanyaan : Bila kami tidak mendapatkan citra Quicklook, bagaimana cara mendapatkan citra lainnya ? (6 Februari 2004)Jawaban : PPF dapat melakukan perekaman citra lainnya dengan menerbitkan DAR. Pada saat itu kami membutuhkan informasi koordinat wilayah yang ingin direkam, liputan awan (biasanya di bawah 20%). Kami akan setting informasi tersebut agar satelit ASTER pada saat melewati wilayah tersebut secara otomatis akan merekamkan untuk Anda.

14. Pertanyaan : Mengapa pada saat mengkombinasikan citra VNIR dengan SWIR (juga ITR), terjadi pergeseran antar citra atau band ? (24 Februari 2004)Jawaban : Perihal pergeseran antar bands dalam citra ASTER. Berdasarkan struktur instumen sensor satelit (terutama arah atau sudut masing2 sensor saat mengambil citra di waktu yang bersamaan), kombinasi citra dengan menggunakan band (band 1 - 3 VNIR, band 4 - 9 SWIR, dan 10 - 14 TIR), mis. 2 dan 3 bila dioverlay tidak akanmengalami pergeseran karena arah sensor pada waktu yang bersamaan adalah sama. Sedangkan bila kita menggunakan band 3 (VNIR) dan 4 (SWIR) utk dioverlay bersama2, maka akan mengalami sedikit pergeseran, karena pada waktu yang bersamaan arah liputan sensor sedikit berbeda.Contoh kombinasi tersebut dapat dilihat di
homepage ini untuk contoh menggunakan wilayah Bandung dan sekitarnya, dimana gambar 1 dan 2 menunjukkan kombinasi band di spectra yang sama (masing2 VNIR dan SWIR) sehingga tidak mengalami pergeseran. Sedangan Gambar 3 merupakan contoh kombinasi band 4 (SWIR) dan 3, 1 (VNIR) dimana kedua sensor tersebut pada waktu merekam citra yang bersamaan mempunyai sudut yang berbeda, sehingga liputan wilayahpun sedikit bergeser. Silakan refer juga file untuk masing2 pembagian band ASTER dan Landsat di homepage.Perlu diperhatikan pula jumlah line dan pixel masing2 band, hal ini menyangkut resolusi masing2 bands tsb pula (VNIR 15m, SWIR 30m dan TIR 90m). Silakan refer point 12 pula.

15. Pertanyaan : Bila kami sudah membeli level 1A, apakah dapat diupgrade (geometric correction) ke 1B menggunakan pelayanan PPF ? (17 Februari 2004)Jawaban : Biaya upgrading dari 1A menjadi 1B atau level lainnya adalah sama dengan biaya pengadaan citra yang diinginkan. Oleh karena itu kami merekomendasikan untuk membeli kembali citra dengan level yang diinginkan.

16. Pertanyaan : Apakah ASTER dapat dipergunakan untuk monitoring aktifitas pegunungan (Gunung Semeru, Lumajang) ? (25 Januari 2004)Jawaban : Sensor VNIR dan SWIR dapat dipergunakan untuk monitoring perubahan wilayah pegunungan dan sekitarnya. Demikian juga sensor TIR dapat dipergunakan untuk estimasi kepekatan gas SO2. Silakan refer
homepage ini Gambar 5 dan Gambar 12. Demikian juga citra Level 3 (DTM Z) dapat dipergunakan untuk estimasi volume ledakan gunung dan aliran lahar di sekitar gunung.

17. Pertanyaan : apakah formula2, misal untuk indeks vegetasi, NDVI harus ada band merah sama IR, nah kami ingin tahu beberapa penelitian mungkin yang menggunakan data Aster, formula2 yang dipakai dan paling sesuai kombinasi band yang dipakai dari 1-14 band, dan juga kajiannya? (24 Februari 2004)Jawaban : Perihal formula yang menggunakan langsung band yang ada dalam ASTER, mis. NDVI. Saya kira banyak rekan2 yang familiar dengan Landsat dan agar lebih mudah mengetahui spesifikasi masing2 band tsb, coba saya ringkaskan masing2 band ASTER bersama Landsat, silakan refer
homepage ini. Formula NDVI ini bila menggunakan Landsat TM dapat diturunkan dengan band 3 (0.63 - 0.69 um) dan 4 (0.76 - 0.90 um). Berdasarkan komposisi band ASTER, maka dapat diturunkan formula NDVI dari citra ASTER dengan menggunakan band 2 (0.63 - 0.69 um) dan 3 (0.76 - 0.86 um). Formula lain yang tidak seterkenal NDVI sbb. Memo : masing2 band silakan dicocokkan dengan dokumen dalam web di atas.
a. Ratio Vegetation Index (RVI) = NIR / RED
b. Perpendicular Vegetation Index (PVI) = (NIR - a x RED -b)/sqrt(1+a2)dimana NIR_soil = a x RED_soil + b from soil linesoil line sendiri adalah garis turunan dari RED-NIR scattering ratio tanah dan batuan
c. Atmospherically Resistant Vegetation Index (ARVI) = (NIR - RB) / (BLUE - RED)DimanaRB=RED - gamma (BLUE - RED)gamma tergantung pada tipe aerosolNIR - reflectance in near infraredRED - reflectance in redBLUE - reflectance in blue
d. Soil Adjusted Vegetation Index (SAVI) = (1 + L) x (NIR - RED)/(NIR + RED + L)dimana L adalah soil adjustment factor
e. Enhanced Vegetation Index (EVI) = 2.5 x (NIR - RED) / (L + NIR + C1 x RED - C2 x BLUE)DimanaL =1, C1=6, C2=7.5 untuk MODISRumus2 di atas hanya sebagian dari teknik2 yang ada saat ini, dan mungkin masih banyak lagi, dalam artian kita bisa memikirkan suatu obyek dan menentukan band mana yang paling sensitive terhadap obyek tersebut. Kemudian kita bisa menggunakan kombinasi tersebut dan rumus2 baru dapat kita turunkan / temukan.
18. Pertanyaan : Saya mempunyai software PCI, apakah kita dapat membuat digital elevation model (DEM) dengan menggunakan citra ASTER Level 1 ? Bila bisa, bagaimana caranya (1 April 2004)Jawaban : Ya, Anda dapat membuat sendiri DEM dengan menggunakan software PCI. Caranya dapat Anda lakukan dengan mengunakan procedur atau manual seperti tercantum dalam file ini (
silakan download). Contoh hasil proses dari Level 1 tersebut dapat Anda lihat di homepage contoh daerah Bandung dan sekitarnya.
19. Pertanyaan : Bagaimana cara membaca data digital elevation model (DEM) dari citra Level 3 menggunakan software ERMAPPER 5.5 ? (1 April 2004)Jawaban : pertama-tama silakan baca citra ASTER Level 3 tersebut dengan menggunakan
HDF Opener, kemudian simpan (save) dalam format BSQ. Lalu data BSQ tersebut diimport menggunakan ERMAPPER 5.5 (simple binary BSQ grid). Maka Anda akan mendapatkan DEM dalam format ERMAPPER.
20. Pertanyaan : Bagaimana membuat DEM dari ASTER Level 3A01 ?Jawaban : Dalam citra ASTER Level 3A01 terdapat data Digital Terrain Model (DTM) yang menunjukkan informasi terrain permukaan bumi. Data ini dapat dikonversi dengan menggunakan nilai Geoid terlebih dahulu sesuai dengan wilayah masing2 liputan citra tsb. Informasi Geoid dapat diperoleh dari http://earth-info.nga.mil/GandG/wgs84/gravitymod/egm96/intpt.html Setelah didapatkan nilai Geoid, silakan digunakan dengan mengurangkan ke masing2 nilai yang ada di dalam citra DTM tsb, sehingga akan diperoleh citra DEM. Berdasarkan manuver satelit saat melewati suatu wilayah, terkadang informasi DEM yang diperoleh masih mengandung error. Oleh karena itu perlu dilakukan validasi atau koreksi dengan menggunakan peta yang sudah ada atau data ketinggian dari pengumpulan lapangan.


source: Pak Josh, -you are my inspiration-
 
;