Sep 10, 2008

salah kaprah metode Lyzenga

Hari ini aku bener2 gak bisa ngliat matahari deh(*sepertinya tiap hari deh).. gimana gak, berangkat jam setengah 5 pagi n pulang jam setengah 8 malem (ketinggalan bus sih sebenernya, karena keasikan cek imel), biasanya sih jam setengah 6 udah nongkrong dikamar or di gym….
Sehabis mandi dengan air hangat aku sempatkan nulis uneg2 dulu nih, biar gak lupa apa yang mau ditulis…… kali ini pengen nyaintifik sedikitlah,,,,,,

Pagi ini Pak Vincent (my best supervisor waktu kuliah dulu) ngirim email, tentang artikel Lyzenga (REMOTE SENSING Handbook for Tropical Coastal Management (extracts)), beliau merupakan orang yang membawa metode Lyzenga ini ke Indonesia (1995) sepulangnya dari Perancis untuk memperoleh PhD-nya.
Nah yang menjadi masalah ternyata masih sangat banyak dari scientis2 yang men-salah kaprahkan metode ini, masih banyak dari mahasiswa yang ingin asal lulus baik S1 S2 menggunakan Lyzenga seenaknya baik dalam skripsi maupun tesis… sehingga hasil pemetaan yang didapat adalah nothing… bias dibayangkan ketika mereka2 menggunakan Lyzenga dalam diseminasi maupun seminar2 nasional bahkan dalam prosiding2, maka informasi yang disampaikan tidaklah benar adanya…. Sangat disayangkan….



Sewaktu mengolah data sekitar bulan Januari tahun lalu, aku bener2 mati2an mencari tau penurunan rumus dari algoritma yang konon katanya bisa memetakan dasar perairan dangkal ini, mungkin karena itulah benthic remote sensing masih mengalir dalam darah dagingku…… saat itu aku sampe2 minta dikirim Prof. Lyzenga sndiri & bbrp minta didownloadkan rekan di LN..


aku juga menemukan salah kaprah metode ini ketika praktikum dasar penginderaan jauh menggunakan ER Mapper yang diasuh oleh asisten dulu.


FILOSOFI dari metode lyzenga sebetulnya begini : Pengaruh kedalaman ternyata mengacaukan pembedaan obyek bentik, baik mata visual maupun lewat citra. Bayangkan kita melihat obyek karang yang sama di kedalaman 2 meter, 5 meter, 10 meter dari atas, apakah kita yakin bahwa obyek tsb akan tampak tetap sama bagi kita ? Bisa jadi karang di kedalaman 5 meter kenampakannya bisa spt lamun, dll. Satelit juga mengalami kesulitan spt itu yg disebabkan kedalaman. Cara mudah sebetulnya jika kita mempunyai nilai koefisien atenuasi untuk band2 yang digunakan, misal band 1, 2 & 3 untuk Landsat. Setelah koefisien atenuasinya dikalikan dg nilai bandnya maka kenampakannya akan ‘bebas pengaruh kedalaman’ karena telah dikoreksi peredupan / atenuasinya. Sayangnya koefisien atenuasi diukur dg radiometer di lapangan, susah&mahal. Makanya Lyzenga memakai ‘otak-atik’ dg memakai RASIO koefisien atenuasi setelah sebelumnya nilai bandnya di linierkan (di-ln) (karena cahaya berkurang secara exponential).

Dalam jurnal internasional, persamaan Lyzenga sering disebut sbg index, yaitu depth invariant index. Secara umum (detilnya tmsk penurunan rumus dll, mungkin bs disambung selanjutnya) bentuk persamaannya:
Depth invariant index/Index bebas kedalaman:dimana i & j menyatakan band-band dari data satelit yang digunakan yang mempunyai penetrasi ke dalam air, ki/kj adalah rasio koefisien peredupan dari band i dan band j, Lsi dan Lsj adalah komponen gangguan atmosfer untuk band i dan band j, didapat dari sampling pixel laut dalam.
Untuk Landsat TM & ETM index Lyzenga asli ini diterapkan ke band 1, 2 & 3 sehingga menghasilkan 3 band baru (kombinasi 1&2, 2&3 dan 1& 3). Dasarnya 3 band landsat tsb masih punya penetrasi ke dalam air, tmsk band 3. Cara mendapatkan ki / kj rumusnya sama dg yg versi Indonesia, tapi caranya beda. Ki / kj harus didapatkan dari obyek yg sama tapi beda kedalaman, yaitu setelah sampling nilainya harus diplot dulu ln band i vs ln band j, nilai sampling obyeknya harus linier, baru dihitung variance / covariance. Semua pasangan band dilakukan demikian. Aku mengeksekusi Ki/Kj ini lewat lapangan dulu, aku pastikan ada pasir yg beda kedalaman/karang yang beda kedalaman, aku pastikan positioningnya, baru aku sampling lewat citra. Semua pasangan band dilakukan demikian. Kemudian dapat 3 band baru hasil transformasi lyzenga. Band2 baru ini juga perlu diuji, apakah benar obyek yang sama tapi beda kedalaman sudah mempunyai nilai yang relatif sama (tidak lagi terpengaruh kedalaman?). Selanjutnya klasifikasi bisa dilakukan supervised atau unsupervised menggunakan informasi obyek dari lapangan atau info panduan spectral obyek RGB citra yang asli (ada jurnalnya).
Disamping itu kita perlu memasukkan unsur Lsi ato Lsj, sebagai komponen gangguan atmosfer.
1. Ki/Kj untuk Lyzenga asli didapat dg sampling dan plotting yang detil untuk memastikan obyek sama tapi beda kedalaman
2. Hasil band baru transformasi Lyzenga asli diuji lewat statistik untuk memastikan bahwa pengaruh kedalaman telah berkurang / bahkan hilang.

Oiya David L. Jupp juga punya metode yg sangat terkenal, setara Lyzenga, namanya DOP, depth of penetration method.. akan kubahas lain kali yah…..
Karena sekarang saatnya bo2……. mengingat besok jam 3.15am harus sudah bangun......
met bobo...........
Semoga bermanfaat, kalo ada rekan2 mau sharing monggo,,,,,,,,


 
;